Sabtu, 18 Juni 2011

Seribu Rupiah

Seribu Rupiah

Siang tadi temanku tiba-tiba menelpon. Makan siang yuk, ajaknya. Oke, jawabku. So she picked me up at the lobby of Jakarta Stock Exchange Building. Selepas SCBD, kami masih belum ada ide mau makan dimana. Ide ke Soto Pak Sadi segera terpatahkan begitu melihat bahwa yang parkir sampai sebrang-sebrang. Akhirnya kami memutuskan makan gado-gado di Kertanegara. Bisa makan di mobil soalnya. Sampai di sana masih sepi. Baru ada beberapa mobil. Kami masih bisa milih parkir yang enak. Mungkin karena masih pada Jumat-an.

Begitu parkir, seperti biasa, joki gado-gado sudah menanyakan mau makan apa, minum apa. Kami pesan dua porsi gado-gado + teh botol. Sambil menunggu pesanan, kami pun ngobrol. So, ketika tiba-tiba ada seorang pemuda lusuh nongol di jendela mobil kami, kami agak kaget."Semir Oom?", tanyanya. Aku lirik sepatuku. Ugh, kapan ya terakhir aku nyemir sepatu sendiri? Aku sendiri lupa. Saking lamanya. Maklum, aku kan karyawan sok sibuk... Tanpa sadar tanganku membuka sepatu dan memberikannya padanya. Dia menerimanya lalu membawanya ke emperan sebuah rumah. Tempat yang terlihat dari tempat kami parkir. Tempat yang cukup teduh. Mungkin supaya nyemirnya nyaman. Pesanan kami pun datang. Kami makan sambil ngobrol. Sambil memperhatikan pemuda tadi menyemir.

Tangannya seperti menyemir secara otomatis. Kadang-kadang matnaya melayang ke arah mobil-mobil yang hendak parkir, (sudah mulai ramai). Lalu pandangannya kembali kosong. Perbincangan kami mulai ngelantur kemana-mana. Tentang kira-kira umur dia berapa, pagi tadi dia mandi apa enggak, kenapa dia jadi penyemir dan lain-lain.

Kami masih makan saat dia selesai menyemir. Dia menyerahkan sepatu padaku. Belum lagi ku bayar, dia bergerak menjauh, menuju mobil-mobil yang parkir sesudah kami. Mata kami lekat padanya. Kami melihatnya mendekati sebuah mobil. Menawarkan jasa. Ditolak. Nyengir.

Kelihatannya dia memendam kesedihan. Pergi ke mobil satunya. Ditolak lagi. Melangkah lagi dengan gontai ke mobil lainnya. Menawarkan lagi. Ditolak lagi. Dan setiap kali dia ditolak, sepertinya kami juga merasakan penolakan itu. Sepertinya sekarang kami jadi ikut menyelami apa yang dia rasakan. Tiba-tiba kami tersadar. Konyol ah. Who said life would be so fair anyway. Kenapa jadi kita yang mengharapkan bahwa semua orang harus menyemir? heheheh

Perbincangan pun bergeser ke topik lain. Di kejauhan aku masih bisa melihat pemuda tadi, masih menenteng kotak semirnya di satu tangan, mendapatkan penolakan dari satu mobil ke mobil lainnya. Bahkan selain penolakan, di beberapa mobil, dia juga mendapat pandangan curiga. Akhirnya dia kembali ke bawah pohon. Duduk di atas kotak semirnya. Tertunduk lesu...

Kemi pun selesai makan. Ah iya, penyemir tadi belum aku bayar. Kulambai dia. Kutarik 2 lembar ribuan dari kantong kemejaku. Uang sisa parkir. Lalu kuberikan padanya. Soalnya setahuku jasa nyemir biasanya 2 ribu rupiah. Dia berkata kalem, "Kebanyakan oom. Seribu saja".

BOOM. Jawaban itu tiba-tiba serasa petir di hatiku. It just dont compute with  my logic! Bayangkan orang seperti dia masih berani menolak uang yang bukan haknya. Aku masih terbengong-bengong waktu menerima uang seribu rupiah yang dia kembalikan. Se-ri-bu Ru-pi-ah. Bisa buat apa sih sekarang? But, dia merasa cukup dibayar segitu.

Pikiranku tiba-tiba melayang. Tiba-tiba aku merasa ngeri. Betapa aku masih sedemikian kerdil. Betapa aku masih suka merasa kurang dengan gajiku. Padahal keadaanku sudah jauh lebih baik dari dia. "Nasibku" sudah sedemikian baik bagiku, tapi perilaku-ku belum seberapa dibandingkan dengan pemuda itu, yang dalam kekurangannya, masih mau memberi, ke aku yang sudah berlebihan.

Siang ini aku merasa mendapat pelajaran berharga. Siang ini aku seperti diingatkan.
Bahwa kejujuran itu langka.

Jumat, 17 Juni 2011

Kasih Sayang, Kekayaan dan Kesuksesan

Kasih Sayang, Kekayaan dan Kesuksesan

Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua. Wanita itu berkata : "Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut". Pria berjanggut itu lalu balik bertanya,"Apakah suamimu sudah pulang?" Wanita itu menjawab,"Belum, ia sedang keluar".
"Oh, kalau begitu kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suamimu kembali", kata Pria itu.

Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul sang istri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu berkata pada istrinya, "Sampaikan pada mereka, aku telah kembali,  dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini".

Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam. "Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama", kata pria itu bersamaan."Lho, kenapa?", tanya wanita itu karena merasa heran. Salah seorang pria itu berkata,"namanya Kekayaan," katanya sambil menunjuk seorang pria berjanggut di sebelahnya, sedangkan yang ini bernama Kesuksesan", sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya."Sedangkan aku sendiri bernama Kasih Sayang. Sekarang coba tanya kepada suamimu, siapa di antara kami bertiga yang boleh masuk ke rumahmu."

Wanita itu kembali masuk ke dalam dan memberitahu pesan itu. Suaminya pun merasa heran."ohh..menyenangkan sekali. Baiklah, kalau begitu coba kamu ajak si Kekayaan masuk. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan. "Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya,"Sayangku, kenapa kita tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen ladang pertanian kita."

Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah. "Bukankah lebih baik jika kita mengajak si Kasih-sayang yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Kasih-sayang. "

Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. "Baiklah, ajak masuk si Kasih-sayang ini ke dalam. Dan malam ini, Si Kasih-sayang menjadi teman santap malam kita." Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu. "Siapa diantara Anda yang bernama Kasih-sayang? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini."

Si Kasih Sayang bangkit dan berjalan menuju beranda rumah. Ohh ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta. Merasa  heran, wanita itu bertanya kepada si Kekayaan dan Kesuksesan. "Aku hanya mengundang si Kasih Sayang tapi kenapa kalian ikut juga? Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan."Kalau Anda mengundang si Kekayaan, atau Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang Si Kasih Sayang, maka kemana pun Kasih Sayang pergi kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana ada Kasih Sayang, maka Kekayaan dan Kesuksesan juga ikut serta.

Sebab, ketahuilah sebenarnya kami berdua ini buta. Hanya si Kasih Sayang yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini."